Dengan mengambil suasana Islam, teller berjilbab, dan slogan bagi hasil, bank syariah beriklan mengklaim murni syariah. Bulan Ramadhan pun menjadi bulan primadona untuk iklan semacam ini.
Apakah packaging seperti ini membuat suatu bank menjadi bank syariah? Tentu tidak. Lalu, apakah yang dapat membuat bank syariah benar-benar syariah?
Secara garis besar, fitur utama yang membedakan bank syariah dan bank konvensional adalah prinsip bagi hasil. Bank syariah tidak mengenal bunga. Bunga dipandang sebagai riba sehingga menjadi haram dalam Islam. Yang dimaksud riba dalam bunga bisa berupa tingkat bunga yang berlebihan. Akan tetapi, mayoritas cendekiawan muslim memandang riba sebagai tingkat pengembalian yang tetap.
Islam menghendaki umatnya agar, ketika memperoleh return, mereka juga harus menghadapi resiko. Harus ada keadilan dalam transaksi komersial. Seseorang dilarang memperoleh keuntungan di atas penderitaan orang lain.
Sejarah pelarangan riba ini diawali pada zaman pertengahan Arab. Ketika itu, debitur yang tidak dapat membayar utang tepat waktu akan mengalami pelipatgandaan utang. Hal ini mendorong munculnya perbudakan bagi debitur gagal bayar. Islam sebagai agama yang memiliki visi moral melarang adanya praktek ini.
Namun kini, sudah terdapat undang-undang tentang kebangkrutan yang melindungi hak-hak asasi individu. Bank pun bisa menerima resiko gagal bayar debitur. Apakah pelarangan bunga ini masih relevan pada zaman modern ini? Hal ini pun masih dalam perdebatan.