Saturday, November 15, 2008

Gila, Bangkrut aja Dapat Duit!!


Golden parachute adalah sebuah paket yang menjamin para eksekutif perusahaan mendapatkan semacam kompensasi ketika perusahaan mengalami pemindahan kepemilikan atau kebangkrutan. Bisa berbentuk stock option, fasilitas rumah, ataupun kompensasi tunai. Ya bahasa lainnya sih pesangon buat para CEO dan jajaran direksinya.

Golden parachute menjadi sebuah fenomena karena besarnya yang gila-gilaan. Apalagi jika kita sangkutkan dengan krisis finansial global yang berpusat di Amerika, pastinya kita akan sangat merasa heran.

Bear Stern. Merryl Lynch, dan Lehman Brothers merupakan perusahaan-perusahaan yang collapse akibat krisis ini. Para eksekutif mereka terlalu berani untuk menginvestasikan uang para investornya ke lahan-lahan investasi yang sangat beresiko. Keserakahan ini pun terus berlangsung. Ujung-ujungnya, harga subprime pun terlalu bubbling dan akhirnya meletus, ribuan masyarakat Amerika pembayar subripme mortgage mengalami default. Yang mampu bayar akhirnya juga tidak mempunyai akses untuk memperoleh kredit akibat adanya stress liquidity.

Cerita teknisnya memang agak panjang. Akan tetapi, cerita akhirnya yang menarik adalah kenaikan drastis kekayaan para eksekutif perusahaan ini akibat perusahaannya yang BANGKRUT. Bear Stern memberikan uang sebesar 85 juta dollar kepada CEO-nya setelah "berhasil" menutup perusahaan yang telah berusia lebih dari seratus tahun tersebut. CEO Merryl Lynch memperoleh kompensasi sebesar 105 juta dollar setelah perusahaannya diakuisisi oleh Bank of America. Dan yang paling anyar, adalah Richard Fuld, seorang bankir yang telah memimpin Lehman Brothers sejak tahun 1999.


Dalam kesaksiannya pada Kongres, dia mengaku memperoleh hak atas paket kompensasi sebesar 500 juta dollar selama memimpin Lehman Brothers. Namun, pada akhirnya, ia "hanya" memperoleh take home pay sekitar 200 juta dollar (sekitar 1.800 triliun rupiah) akibat stock option yang dimilikinya menjadi kertas kosong akibat kejatuhan harga saham Lehman Brothers. "Is that fair, for a CEO of a company that's now bankrupt, to make that kind of money? It's just unimaginable to so many people." tanya Henry Waxman, seorang Republikan yang ketika itu sedang memimpin sidang. Fuld hanya mampu menjawab "We have a Compensation Committee to make sure the interest of executive aligned with shareholders' interest."

Selama menjabat pun, Fuld telah memperoleh fasilitas berupa Villa yang menghadap ke laut di Florida seharga 14 juta dollar dan sebuah rumah resort ski eksklusif di Sun Valley, Idaho. Fuld dan istrinya juga memiliki hobi mengkoleksi lukisan berharga jutaan dollar. Semuanya diperolehnya dengan mengambil resiko menggunakan uang orang lain.

Sehari sebelum pertemuan dengan Kongres itu, seorang investor Lehman Brothers sebenarnya telah mendatangi Fuld ketika sedang berolahraga di gym. Tanpa basa-basi, bogem mentah pun dilayangkan investor itu. Anehnya, sehari kemudian tampak tidak ada bekas apapun ketika Fuld menjalani kesaksian di Kongres. Entah dia memakai obat-obatan atau memang mempunyai perias pribadi yang sangat andal.

Kasus ini merupakan satu dari banyak kasus sejenisnya yang lain. Walau sebenarnya kasus semacam ini kurang substansial dibandingkan kerusakan lain yang ditimbulkan krisis subprime motgage (inti masalah masih berada pada kisaran deregulasi), kompensasi semacam ini jelas-jelas telah mengurangi disinsentif para eksekutif untuk mencegah perusahaannya berada pada jurang kebangkrutan.

Pertanyaan pun muncul, apakah mereka benar seserakah itu atau memang sistem yang ada memang terlalu mudah untuk dimanipulasi? Sistem kompensasi seperti apa yang benar-benar dibutuhkan untuk membuat para CEO mampu bekerja sesuai dengan kepentingan pemegang saham (agency problem)? Dan apakah hati nurani masih bisa diharapkan bekerja di dunia seperti ini?

Fuld adalah satu bagian dari seluruh rangkaian krisis global ini. Keadaan yang menimpanya sekarang memang merupakan tanggung jawabnya secara penuh. Akan tetapi, sistem regulasi seharusnya dapat mencegah hal seperti ini terjadi.

Sebuah pelajaran yang dapat dipetik para pengambil keputusan di negara ini.


No comments: